MAKALAH KEPEMILIKAN DALAM ISLAM DAN AKAD

KEPEMILIKAN DALAM ISLAM DAN AKAD
“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Studi Materi Fiqih”

DISUSUN OLEH:

Slamet Riyadin : (210312228)

DosenPengampu:
Erwin Yudi Prahara, M.Ag
KELAS TB.G/V

JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PONOROGO
SEPTEMBER 2014

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam telah mengatur tatanan kehidupan bagi pemeluknya. Khususnya dalam hubungan antara manusia dengan manusia yang lain yang disebut dengan muamalah. Dalam fikih muamalah banyak menjelaskan hal-hal penting dalam kehidupan manusia. Hubungan antara manusia satu dengan manusia lain dalam memenuhi kebutuhan, harus terdapat aturan yang mewajibkan hak dan kewajiban keduanya berdasarkan kesepakatan. Proses untuk membuat kesepakatan dalam rangka memenuhi kebutuhan keduanya lazim disebut dengan proses berakad atau melakukan kontrak. Hubungan ini merupakan fitrah yang sudah ditakdirkan oleh Allah , karena itu merupakan kebutuhan manusia sejak manusia mulai mengenal arti hak milik. Islam sebagai agama yang komprehensif dan universal memberikan aturan yang cukup jelas dalam akad untuk dapat diimplementasikaan dalam setiap masa. Salah satunya dalam hal kepemilikan hak dan akad.
Kepemilikan terhadap harta yang didalam Islam diatur dan diarahkan untuk kemaslahatan. Hal ini terkait dengan konsep hal milik dalam Islam yang memberikan batasan-batasan bagi pemilik harta baik dari cara perolehnya maupun cara pembalanjaannya. Karena itulah dalam Islam perlindungan terhadap harta menjadi salah satu tujuan disyariatkan dalam hukum Islam yang utama selain perlindungan terhadap agama Islam, jiwa, akal dan kehormatan.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian kepemilikan dalam Islam ?
2. Apa sebab, macam, ihrazul mubahat dan khalafiyah, ihyaul mawat dan hikmah dalam kepemilikan ?
3. Pengertian akad dalam Islam ?
4. Apa rukun, syarat, macam, dan hikmah akad ?

PEMBAHASAN
A. Kepemilikan
1. Pengertian dan dasar kepemilikan
Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain.
Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i.
Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak. Islam mengajarkan bahwa hak milik memiliki fungsi sosial. Artinya terdapat kepentingan orang lain atau kepentingan umum yang harus diperhatikan. Lebih dari itu bahwa milik pada hakikatnya hanyalah merupakan titipan dari Allah sehingga perlakuan terhadap kepemilikan harus mengindahkan aturan dari pemiliknya yang asli.

2. Sebab-Sebab Kepemilikan
Harta benda atau barang dan jasa dalam Islam harus jelas status kepemilikannya, karena dalam kepemilikan itu terdapat hak-hak dan kewajiban terhadap barang atau jasa, misalnya dalam waktu tertentu. Kejelasan status kepemilikan dapat dilihat melalui sebab-sebab berikut:
a. Disebabkan ihrasul mubahat (memiliki benda yang boleh dimiliki)
Barang atau benda tidaklah benda yang menjadi hak orang lain dan tidak ada
larangan hukum agama untuk diambil sebagai milik. Misal: ikan disungai, ikan
dilaut, hewan buruan, burung-burung dialam bebas air hujan dan lain-lainnya.
b. Disebabkan Al uqud , barang yang dimiliki karena melalui akad.
Misal: lewat jual beli, sewa-menyewa, pemberian dan lainnya.

c. Disebabkan khalafiyah, barang atau benda yang dimiliki karena berupa warisan. Misal: mendapat bagian harta dari orang tua, mendapat barang dari ahli waris dan lain-lainya
d. Disebabkan tawallud min mamluk (baranak pinak) yaitu tidak bisa diganggu siapapun. Misal: telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang dimiliki, dan lainnya.

3. Macam-Macam Kepemilikan
Menurut pandangan Islam bahwa hak milik itu dapat dibedakan menjadi beberapa macam, diantaranya:
a. Kepemilikan penuh (milk-tam), yaitu penguasaan dan pemanfaatan terhadap benda atau harta yang dimiliki secara bebas dan dibenarkan secara hukum.
b. Kepemilikan materi, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada penguasaan materinya saja.
c. Kepemilikan manfaat, yaitu kepemilikan seseorang terhadap benda atau barang terbatas kepada pemanfaatannya saja, tidak dibenarkan secara hukum untuk menguasai harta itu.
Menurut Dr. Husain Abdullah kepemilikan dapat dibedakan menjadi:
a. Hak milik pribadi (individu), Islam membolehkan hak individu terhadap harta benda dan membenarkan pemelikan semua yang diperoleh secara halal dimana seseorang mendapatkan sebanyak harta yang diperoleh. Menurut pengetahuan, kemahiran, dan tenaga dengan menggunakan cara-cara yang bermoral dan tidak anti sosial. Hak milik individu merupakan sesuatu yang mendasar, bersifat permanen. Melekat pada eksistensi manusia dan bukan merupakan fenomena sementara. Sedemikian Islam menghargai hak milik individu, sampai-sampai harta mas kawin dalam pernikahan yang gagal (dengan persyaratan tartentu) harus dikembalikan kepada yang punya.
b. Hak milik umum, Konsep hak milik umum mula-mula digunakan dalam Islam dan tidak terdapat dalam masa sebelumnya. Semua harta dan kekayaan milik masyarakat yang memberikan pemilikan atau pemanfaatan atas berbagai macam benda yang berbeda-beda kepada warganya. Pembagian mengenai harta yang menjadi milik masyarakat dengan milik individu secara keseluruhan berdasakan kepentingan umum.
c. Hak milik negara, Hak milik negara pada dasarnya adalah hak milik umum. Tetapi dalam pengelolahan hak yang mengelola adalah pemerintah. Contohnya: gedung sekolah negeri, gedung pemerintahan, hutan dan lainnya.

4. Ihrazul Mubahat dan Khalafiyah
Ihrazul mubahat adalah bolehnya seseorang memiliki harta yang tidak bertuan (belum dimiliki oleh seseorang atau kelompok). Syarat Ihrazul mubahat adalah sebagai berikut:
a. Benda atau harta yang ditemukan itu belum ada yang memiliki.
b. Benda atau harta yang ditemukan itu memang dimaksudkan untuk dimilikinya.
Contoh: burung yang menyasar dan masuk ke rumah.
Khalafiyah adalah bertempatnya seseorang atau sesuatu yang baru ditempat yang lama yang sudah tidak ada dalam berbagai macam hak. Macam-macam Khalafiyah:
a. Khalafiyah Syakhsyun ‘an Syakhsin (seseorang terhadap seseorang) adalah kepemilikan suatu harta dari harta yang ditinggalkan oleh pewarisnya, sebatas memiliki harta bukan mewarisi hutang pewaris.
b. Khalafiyah Syai’un Sya’in (sesuatu terhadap sesuatu) adalah kewajiban seseorang untuk mengganti harta/barang milik orang lain yang dipinjam karena rusak atau hilang sesuai harga barang tersebut.

5. Ihyaul Mawat
Ihyaul Mawat adalah upaya untuk membuka lahan baru atas tanah yang belum ada pemiliknya. Misalnya membuka hutan untuk lahan pertanian, menghidupkan lahan tidur menjadi produktif yang berasal dari rawa-rawa yang tidak produktif atau tanah tidur lainnya agar menjadi tanah produktif. Menghidupkan lahan yang mati hukumnya boleh. Syarat membuka lahan baru:
a. Tanah yang dibuka itu cukup hanya untuk keperluan saja, apabila lebih orang lain boleh mengambil sisanya.
b. Adanya kesanggupan dan alat untuk meneruskannya, bukan semata-mata sekedar untuk menguasai tanahnya saja.

Hikmah Ihyaul Mawat adalah sebagai berikut:
a. Mendorong manusia untuk bekerja keras dalam mencari rezeki.
b. Munculnya kemandirian dan percaya diri bahwa di dalam jagad raya ini terdapat potensi alam yang dapat dikembangkan untuk kemaslahatan hidup.
c. Termanfaatkannya potensi alam sebagai manifestasi rasa syukur kepada Allah Swt.

6. Hikmah Kepemilikan
Ada beberapa hikmah disyariatkannya kepemilikan dalam Islam, antara
lain sebagai berikut:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.

B. Akad
1. Pengertian dan Dasar Hukum Akad
Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut bahasa akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Contohnya: akad jual beli, akad sewa menyewa, akad pernikahan. Dasar hukum dilakukan akad adalah:
                    •     
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dipahami bahwa melakukan isi perjanjian atau akad itu hukumnya wajib.

2. Rukun Akad
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah ijab dan qabul, sedangkan menurut ahli-ahli hukum Islam kontemporer, unsur yang membentuk akad dan menjadi rukun akad itu adalah sebagai berikut:
a. Para pihak yang membuat akad. Dua orang atau lebih yang melakukan akad.
b. Pernyataan kehendak para pihak akad (ijab qabul). Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’.
c. Objek akad (ma’qud ‘alaih), benda-benda yang diakad, seperti benda-benda yang dijual dalam akad jual beli.

3. Syarat Akad
Syarat dalam akad adalah sebagai berikut :
a. Syarat orang yang bertransaksi antara lain: berakal, baligh, mumayis dan orang yang dibenarkan secara hukum.
b. Syarat barang yang diakadkan antara lain: bersih, dapat dimanfaatkan, milik orang yang melakukan akad dan barang itu diketahui keberadaannya.
c. Syarat sighat: dilakukan dalam satu majlis, ijab dan qabul harus ucapan yang bersambung, ijab dan qabul merupakan pemindahan hak dan tanggung jawab.

4. Macam-Macam Akad
Ada beberapa macam akad antara lain:
a. Akad lisan, akad terjadi apabila ijab dan qabul dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
b. Akad isyarat, apabila seseorang tidak mungkin menyatakan ijab dan qabul dengan perkataan karena bisu, maka akad dapat menggunakan isyarat.
c. Akad tulisan, akad yang dilakukan secara tertulis, seperti perjanjian pada kertas bersegel atau akad melalui akta notaris.
d. Akad perantara utusan (wali), akad dilakukan melalui utusan atau wakil kepada orang lain agar bertindak atas nama pemberian mandat.
e. Akad ta’ati (saling memberikan), akad yang berjalan secara umum.

5. Hikmah Akad
Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

PENUTUP
Mikiyah menurut bahasa berasal dari kata milku artinya sesuatu yang berada dalam kekuasaanya, sedangkan milkiyah menurut istilah adalah suatu harta atau barang yang secara hukum dapat dimilik oleh seseorang untuk dimanfaatkan dan dibenarkan untuk dipindahkan penguasaannya kepada orang lain. Adapun menurut ulama fikih adalah kekhususan seorang pemilik terhadap sesuatu untuk dimanfaatkan, selama tidak ada penghalang syar’i. Milik adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat melakukan sendiri tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dan dapat dinikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak. Hikmah Kepemilikan:
a. Terciptanya rasa aman dan tentram dalam kehidupan bermasyarakat.
b. Terlindungnya hak-hak individu secara baik.
c. Menumbuhkan sikap kepedulian terhadap fasilitas-fasilitas umum.
d. Timbulnya rasa kepedulian sosial yang semakin tinggi.
Kata akad berasal dari kata al-aqd berarti mengikat, menyambung, atau menghubungkan. Dalam hukum Indonesia, akad sama dengan perjanjian. Akad menurut bahasa artinya ikatan atau persetujuan, sedangkan menurut bahasa akad adalah transaksi atau kesepakatan antara seseorang (yang menyerahkan) dengan orang lain (yang menerima) untuk pelaksanaan suatu perbuatan. Hikmah akad dengan disyariatkannya akad dalam muamalah, antara lain:
a. Munculnya pertanggung jawaban moral dan materi.
b. Timbulnya rasa ketentraman dan kepuasan dari kedua belah pihak.
c. Terhindarnya perselisihan dari kedua belah pihak.
d. Terhindar dari pemilikan harta secara tidak sah.
e. Status kepemilikan terhadap harta menjadi jelas.

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, Akad dan Produk Bank syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Basyir. Ahmad Azhar, Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta,
2000.
Ghazaly. Abdul Rahman, dkk. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana Predana Media Group,
2010.
Ghofur Anshori. Abdul, filsafat hukum hibah dan wasiat di Indonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 2011.
Kementerian Agama Islam RI, Fikih kurikulum 2013 MA kelas X. Jakarta: Kementerian
Agama, 2014.
Rahman. Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
Suhendi. Hendi, Fiqih Muamalah. Jakarta: Raja Wali Pers, 2012.

Tinggalkan komentar